Sabtu, 30 April 2011

Renstra PKS Manggara Barat

Musyawarah Daerah ke -2 Partai Keadilan Sejahtera sudah usai. Akan tetapi, bagi PKS MUSDA bukanlah ajang untuk bermewah-mewah ataupun berpesta pora. Dari MUSDA kita akan merencanakan dakwah kita untuk lima tahun kedepan, mengevaluasi kerja-kerja apa yang sudah kita lakukan sebelumnya. Sekaligus menetapkan target-target internal maupun eksternal hingga tahun 2015. Rencana Staregeis kemudian kita sebut dengan Renstra mempunyai arti penting bagi sebuah gerakan dakwah. Ia adalah harapan, mimpi kita masa depan atau semacam bayangan hasil yang ingin kita capai di masa mendatang. Tanpa renstra , para kader partai pada semua level struktur akan bingung dan bertanta-tanya “kita hendak ke mana ?. Jadi, dengan menetapkan renstra ini, kita memiliki arah yang jelas, semacam kompas penunjuk arah terhadap sasaran yang hendak dicapai.

Setidaknya PKS Manggarai Barat, memiliki dua Renstra besar atau cita-cita besar yang hendak di capai. Ia adalah cita-cita Dakwah dan cita-cita Politik. Pertama cita-cita dakwah, PKS bukan sekedar partai politik an sich. Akan tetapi, pada saat yang sama ia juga adalah partai dakwah, di mana ruang lingkup gerakannya lebih luas dari sekedar partai politik. Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak manusia untuk berbuat baik, serta berupaya semaksimal mungkin untuk mencegahnya dari perbuatan tidak baik. Hasil dari dakwah itu diharapkan akan terbentuk keshalehan individu dan pada gilirannya akan terbentuk keshalehan sosial. Atau ada semacam perubahan dari kebaikan perseorangan menjadi kebaikan kolektif . Namun demikian, untuk mewujudkan perubahan dimaksud, kita harus memiliki kemauan yang kuat untuk mengekskusi dakwah itu dalam tindakan nyata. Dan yang harus di pahami oleh semua kader PKS pada semua level struktur adalah bahwa, bagi PKS berpolitik adalah dalam rangka menunjang ibadah kita kepada Allah SWT. Dan dalam ibadah, yang paling penting bukanlah hasil yang ingin di dapatkan, melainkan pada proses yang kita jalani apakah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya atau tidak.

Kedua adalah cita-cita politik. Amanat Muswil ke-2 PKS NTT, dan diperkuat dengan rekomendasi politik PKS Manggarai Barat pada MUSDA beberap waktu lalu, PKS Manggarai Barat harus mampu menghantarkan 3 kader terbaiknya untuk duduk di kursi legislatif pada pemilu 2014 mendatang. Cita-cita itu mungkin sedikit ambisius, atau mungkin saja ia merupakan cita-cita yang teramat realistis. Terlalu ambisius karena memang mesin partai selama ini, tidak dapat bekerja maksimal, ia hanya bekerja menjelang suksesi pemilu dan pemilukada. Pemberdayaan struktrur dan penguatan basis massa masih jauh dari ideal. Cita-cita itu juga bisa di katakan realistis bahkan sangat teramat realistis, karena memang jumlah wajib pilih muslim di Manggarai Barat hampir 22.000, dan idealnya memang dari jumlah wajib pilih itu, umat Islam mampu menghantarkan 6 atau 7 kader terbaiknya untuk duduk di kursi DPRD. Persoalannya kemudian adalah berapa jatah PKS dari jumlah kursi itu ?.

Untuk menunjang dua cita-cita besar di atas, setidaknya PKS Manggarai Barat harus membangun organisasi dakwah yang kuat dan profesional sebagai tulang punggung dakwah , dan juga membangun basis politik yang luas dan merata sebagai kekuatan pendukung partai. Kalau dakwah bersifat elitis-eksklusif maka basis poltik bersifat masif dan terbuka. Kalau basis dakwah berorentasi pada kualitas maka basis politik berorentasi pada kuantitas. Kalau dakwah dibentuk melalui rekrutmen kader yang selektif, maka basis politik dibentuk melalui opini publik. Kalau kader dakwah di bentuk melalui tarbiyah dan proses pengkaderan yang matang maka basis politik di bentuk melalui media massa dan tokoh publik. Begitulah menciptkan sinergi antara dakwah dan politik, antara kualitas dan kuantitas. Keduanya mempunyai peran yang sama-sama strategis

Dan oleh karenanya, indikator keberhasilan dari dua cita-cita besar itu antara lain adalah, adanya transformasi diri dan transformasi struktural dari kader partai atau adanya perubahan cara pandang yang benar dalam memandang PKS serta mampu menata organisasinya secara profesional. Di samping itu, indikator keberhasilannya juga dapat di lihat sejauh mana proses kaderisasinya sehingga terbentuk beberapa binaan dan kelompok haloqah sehingga dapat melahirkan kader-kader yang tidak hanya menambah secara kuantitas, tapi juga terciptanya kader yang memiliki kualitas yang handal. Di samping itu, indikator keberhasilannya adalah terbentuk 75 % struktur DPC dan terbentuknya 75 % struktur DPRa pada basis-basis muslim. Dan yang lebih jauh dari itu adalah, PKS mampu menghantarkan tiga kader terbaiknya untuk duduk di kursi legislatif pada pemilu 2014 mendatang.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat

Pendekatan Perubahan

Dalam berbagai literature perubahan menyebutkan setidaknya perubahan bermula dari perubahan induvidu. Dalam bahasa yang sangat sederhana AA Gym memformulasikannya dengan konsep 3 M. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal-hal terkecil dan Mulai saat ini, (Q.S. Ar-Ra’d : 11). Jika perubahan-perubahan induvidu terwujud, maka yakinlah bahwa ia akan berputar kencang menuju perubahan-perubahan social. Atau perubahan itu berawal dari transformasi diri lalu kemudian mewujud menjadi tranformasi kolektif.

Untuk merealisasikan perubahan-perubahan dimaksud juga harus memiliki metodelogi dan pendekatan-pendekatan yang tepat. Sehingga perubahan yang diharapkan dapat berimplikasi pada terbentuknya masyarakat madani atau civil society. Masyarakat madani yang didambakan adalah masyarakat yang berperadaban tinggi, yang berbasis pada nilai, etika dan religiusitas. Dalam hemat saya setidaknya ada dua pendekatan perubahan yang mesti dilakukan untuk mencapai masyarakat madani tersebut. Pertama adalah pendekatan cultural dan yang kedua adalah pendekatan structural.

Dalam konteks umat Islam Manggarai Barat, nampaknya pola pendekatan perubahan diatas masih sangat relevan dengan kondisi umat yang belum menemukan format yang ideal untuk membangaun kebersamaan. Pendekatan perubahan itu juga setidaknya harus menjadi wacana dan bahan diskusi untuk mengekskusi proyek persatuan umat.

Pendekatan cultural dapat dilakukan dengan penyebaran kader ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Kehadiran mereka ditengah masyarakat diharapkan mampu menjadi perekat dan pemersatu umat. Mereka bukan bicara perbedaan, tapi mereka terus bicara tentang kebersamaan. Dan Mereka terus memberikan pendidikan politik tentang pentinganya kebersamaan dan persatuan umat. Pendekatan perubahan cultural bisa dilakukan secara individu dan juga bisa di lakukan melalui lembaga-lemabaga keumatan, yayasan dan ormas. Secara individu dapat dilakukan oleh tokoh agama, tokoh adat, khatib, dan imam-imam masjid. Sementara secara lembaga bisa di lakukan oleh MUI, LPTQ, lembaga pendidikan, yayasan dan ormas. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan cultural adalah bottom-up.

Pendekatan structural dilakukan dengan penyebaran kader umat kedalam lembaga formal seperti legislative dan ekskutif dan sector-sektor lain dalam melayani, membangun dan memimpin umat melalui mekanisme konstitusinal. Tujuan keberadaan kader umat dalam lembaga-lembaga dimaksud adalah untuk turut berkontribusi dalam membangun system, membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan umat. Disamping itu, keberadaan kader umat pada lembaga-lembaga formal tersbut diharapkan mampu mengadvokasi dan mengawal anggaran yang berpihak kepada kepentingan umat. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan structural adalah top-down

Kalau saja semua elemen umat Islam Manggarai Barat bekerja menurut bidangnya masing-masing. Dan mereka bekerja untuk sebuah proyek persatuan umat dan tidak merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam membangun kebersamaan yakinlah bahwa, cita-cita yang diharapkan kita semua akan lebih cepat terwujud.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat

Kualitas Partai Politik

Kualitas Partai Politik dalam hemat saya setidaknya di tentukan oleh beberapa factor, diantaranya adalah kualitas sumber daya yang ada dalam partai, manajemen organisasi yang baik, pola kaderisasi yang rapi dan program-program partai yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dan dari semua itu, factor kekompakan, kebersamaan dari kader partai juga dapat menjadi indicator eksisnya sebuah partai. Karena hanya dengan kekompakan dan kebresamaan mesin partai akan dapat berjalan dengan baik untuk mengekskusi semua program-program partai.

Factor-faktor inilah yang kemudian dalam pandangan saya partai politik akan menuai simpati public. Tidak hanya itu, factor Integritas moral kader partai juga menjadi daya ungkit simpati public. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lebih di sebabkan karena kurangnya integritas moral dan tidak adanya keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai, terutama mereka yang kini duduk di kursi legislative. Dalam banyak kasus misalnya, ada banyak kader partai yang ketika belum menjadi anggota DPRD terus menyapa rakyat dengan mengumbar banyak janji. Namun setelah mereka menjadi orang terhormat, janji manis tinggal kenangan. Dan inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.

Lalu bagaimana dengan Partai Islam di Manggarai Barat ?. Akankah sumber daya partai Islam mampu menyuarakan aspirasi umat? Atau bisa saja pertanyaan ini menukik lebih jauh, akankah ada keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai Islam, terutama mereka yang kini di wakili oleh Syakar A. Jangku, M.Si, Rusding, SE dari PKS dan H. Abdul Asis, S.Sos dar PBB yang kini di amanahi jadi anggota DPRD ? Untuk menjawab pertanyaan ini, nampaknya terlalu subjektif kalau saya jelaskan di sini. Tapi satu hal yang pasti bahwa saya, dan kita semua mempunyai penilaian yang berbeda-beda tentang hal ini.

Disinilah sebetulnya peran partai politik khususnya Partai Islam di Manggarai Barat, untuk terus melakukan pembinaan yang intensif terhadap kadernya dengan mengikuti pola kaderisasi yang berkesinambungan. Sumbatan kaderisasi inilah kemudian akan melahirkan politisi-politisi karbitan yang tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan umat. Saya dan kita semua tentu berharap bahwa tiga partai Islam di Manggarai Barat PKS, PBB dan PPP memiliki kualifikasi-kualifikasi standart sebagai partai yang berkualitas. Tentu, ini akan dapat terwujud jika tidak adanya perpecahan di internal partai Islam tersebut.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat

Motivasi Menjadi Aleg

Menjadi Anggota Legislatif (Aleg) nampaknya menjadi dambaan semua orang. Karena begitu banyak fasilitas negera yang diberikan kepadanya. Sehingga tidak heran, ada ratusan bahkan ribuan orang calon orang-orang terhormat tersebut mendaftar pada setiap pemilihan umum. Merekapun hadir dalam pentas kompetisi setiap pemilihan umum dengan disiplin ilmu dan latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda. Dan dari setiap mereka memiliki motivasi yang bervariasi, ada motivasinya ingin menjadi orang terhormat, ingin dikenal orang, menjadi figur publik. Ada juga yang motivasinya untuk mengumpulkan harta sebanyak mungkin, memperkaya diri, keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Saya mempunyai keyakinan yang cukup kuat bahwa, pada saat yang sama masih ada juga orang yang memiliki niat yang baik, komitmen yang luhur untuk menjadi Aleg. Bagi mereka menjadi Aleg adalah tugas mulia dan amanah rakyat yang tidak hanya di pertanggung jawabkan kehadapan rakyat, tapi ia juga akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Orang-orang seperti inilah yang memahami betul apa tugas dan fungsinya sebagai Aleg ketika kelak mereka terpilih.

Ini adalah cerita tentang mereka-meraka yang ingin menjadi Aleg atau cerita mereka-mereka yang belum menduduki kursi panas. Bagi mereka-mereka yang motivasinya harta dan kekuasaan tentu sudah layu sebelum layar terkembang. Dan bisa ditebak, kelak ketika mereka menjadi orang terhormat tidak akan pernah memikirkan rakyat. Tapi bagi mereka yang niatnya baik dan benar, tentu idealita intelektulanya belum teruji menyapa masyarakat dengan realitas intelektualnya. Bisa saja idealismenya tegar bagai karang yang tak terpecahkan gelombang. Atau bisa saja idealismenya terhempas gelombang harta dan kekuasaan.

Lalu bagaimana dengan Aleg kita sekarang, khusunya kader-kader Muslim yang kini diamanahi menjadi Aleg. Akankah mereka terus memperjuangakn kepentingan umat ?. Akankah idealismenya mengakar kuat dalam detak nafas perjuangan mereka ? Ataukah idealisme mereka tenggelam ditelan harta dan kekuasaan. Saya, dan kita semua tentu berharap dan menaruh harapan besar kepada meraka agar mereka terus menyuarakan aspirasi umat, meskipun tantangan yang mereka hadapi teramat berat. Teriring doa kita terus lantunkan, kiranya idealisme mereka tidak luntur lantaran tergoda harta, tahta apa lagi wanita.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat

Peran Intelektual Tokoh Perantau

Membangun daerah dan umat tidak mesti harus berada di daerah atau bahkan berada di tengah-tengah ummat. Ia juga bisa di lakukan oleh tokoh-tokoh ummat yang kini berada di perantuan. Peran-peran intelektual mereka, pemikiran-pemikiran mereka sangat di harapkan oleh umat di daerah. Ada begitu banyak tokoh-tokoh Islam potensial Manggarai Barat yang kini tengah berada di perantuan yang belum dimaksimalkan kontribusinya untuk membangun umat di daerah. Lemahnya peran-peran tokoh perantuan untuk membangun umat disebabkan adanya sumbatan komunikasi antara mereka dengan tokoh-tokoh Islam yang ada didaerah. Disconecting komunikasi ini lebih disebabkan karena adanya ego pribadi dan ego sektoral dari tokoh-tokoh yang ada didaerah. Dan ego pribadi dan ego sektoral ini dalam pandangan saya disebabkan lemahanya ukhuwah dan silaturahim antara tokoh-tokoh tersebut.

Dalam konteks politik juga misalnya, nyaris tidak adanya komunikasi yang intensif antara tokoh-tokoh perantuan dengan partai-partai Islam yang ada di daerah. Kalaupun ada, itu hanya di lakukan menjelang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Padahal idelanya komunikasi yang dibangun adalah bukan bersifat temporal dan sesaat, tapi ia lebih bersifat permanen dan berkesinambungan. Kondisi inilah yang menyebabkan lemahnya sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan, dan sharing langkah-langkah strategis dan teknis untuk menginventarisir persoalan umat untuk kemudian di carikan langkah-langkah solutif yang konstruktif.

Cita-cita besar untuk menghantarkan kader muslim untuk duduk di kursi legislatif dan ekskutif di daerah akan menjadi diskusi kusir, perbincangan sia-sia dan dan tak bermanfaat, jika tokoh perantauan, tokoh masyarakat di daerah dan partai islam sebagai kendaraaan politik tidak pernah melakukan sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan dan sharing pengetahuan untuk membangun ummat. Saya, dan semua kita tentu berharap bahwa tiga simpul kekuatan ummat tersebut dari sekarang harus membangun komunikasi yang intesif dan berkelanjutan.

Kalau sudah ada kesamaan pandangan, persamaan persepsi dalam memandang persoalan umat dari tokoh perantau, tokoh yang ada daerah dan partai Islam. Maka langkah selanjutnya yang mesti di lakukan adalah mensosialisasikan kesamaan pandangan, persamaan persepsi tersebut kepada umat. Dan sarana yang paling efektif yang diharapkan untuk mensosialisasikannya adalah peran-peran lembaga-lembaga Islam, seperti MUI, LPTQ, ormas-ormas Islam dan seterusnya. Dan kalau tokoh-tokoh umat dan partai Islam sudah duduk bersama dan seia sekata, maka yakinlah bahwa umat pada tataran grass root hanya mengamininya saja. Dan ini lah yang kita katakan perubahan dengan pola pendekatan top-down.

Ketika Pemimpin Bermodalkan Nekat dan Finansial

Persoalan kita kedepan adalah, tidak hanya bagaimana kita menang dalam pemilu legislatif pada 2014 mendatang, karena ia hanya bersifat teknis. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana kita memimpin, dan ini lebih bersifat strategis. Kasus pemilukada 2010 kemarin, cukup memberikan kita pelajaran berharga, bahwa untuk memimpin tidak hanya bermodalkan nekat dan didukung finansial yang kuat. Nekat, memiliki finansial yang kuat adalah merupakan perangkat-perangkat kemenangan, tapi ia bukan merupakan satu-satunya. Masih banyak perangkat-perangkat lain yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin umat.

Berbicara masalah pemimpin, tentu tidak terlepas dari berbicara mengenai kapasitas, kompetensi dan integritas. Kapasitas, kompetensi dan integritas inilah kemudian yang akan menjadi daya ungkit dukungan publik. Tentu ini adalah modal dasar seorang calon pemimpin yang akan memimpin umat Manggarai Barat. Setelah modal dasar ini dimiliki, barulah kemudian kita berbicara dan berdiskusi tentang bagaimana merekayasa kemenangan. Merekayasa kemenangan tentu tidak terlepas dari dilakukannya analisis SWOT. Sehingga dengan analisis SWOT kita akan dapat mengetahui, kelemehan-kelemahan kita, kekuatan-kekutan kita, tantangan-tantangan kita dan yang tak kalah pentingnya adalah peluang-peluang kemenangan kita. Setelah ini tuntas dilakukan, maka langkah berikutnya yang kita lakukan adalah merumuskan visi misi kemenangan.

Dalam hemat saya, Secara psikolgis kondisi kejiwaan ummat pada pemilukada kemarin nampaknya benar-benar belum siap. Ini bisa dan dapat dilihat dari respon umat ketika PKS dan PBB plus PDS mengusung paket perpaduan, Anton Bagul dan H. Asis. Respon-respon umat tentang paket perpaduan terlihat cukup variatif. Ada yang mengatakan belum saatnya umat Islam menjadi pemimpin di daerah ini, ada juga yang mengatakan paket perpaduan yang diusung memiliki masa lalu yang kelam atau cacat politik. Atau mungkin ada yang jauh lebih ekstrim mengatakan bahwa, Haji Abdul Asis belum memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas sebagai modal dasar seorang calon pemimpin. Karena ia adalah kader karbitan, yang minim pengalaman dan miskin intelektual.

Kalau dilihat dari respon-respon umat tersebut diatas, sampailah kita pada hipotesa bahwa, umat Islam Manggarai Barat benar-benar belum memahami pentingnya kepemimpinan umat atau belum menyadari bahwa keterwakilan umat pada lembaga ekskutif adalah keniscayaan. Tapi, satu hal yang kita apresiasi kepada Haji Asis adalah bahwa, ia telah memulai peran sejarah itu. Dan ini akan berdampak besar pada konstalasi politik pada pemilukada-pemilukada mendatang.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat

Penyangga Kekuasaan

Jika Allah mentakdirkan kita menang. Lalu kemudian memimpin dan melayani umat dan masyarakat Manggarai Barat. Lalu pertanyaanya kemudian adalah apakah kemudian persoalan kita selesai?. Jawabanya tidak. Justru kita menang dan memimpin persoalan akan semakin rumit dan kompleks. Karena semakin tinggi pohon menjulang ke langit, semakin besar pula peluang untuk diterpa angin. Ada begitu banyak dinamika yang kita hadapi, yang kalau tidak diantisipasi sejak dini, persoalanya akan membias dan membesar. Kita mungkin efuria dengan kemenangan. Tapi apa ia, efuria itu sejalan dengan profesionalitas kinerja kita. Jika ia tidak sejalan, tepatlah yang di katakan Anis Matta, “kadang jabatan-jabatan besar akan meruntuhkan harga diri kita, wibawa dan kerhotaman kita. Manakala jabatan-jabatan besar itu, tidak sepadan dengan kemampuan yang kita miliki.”

Kita mungkin kelabakan, seandainya paket perpaduan Anton Bagul dan H. Abdul Azis pada pemilukada kemarin mulus laju menuju tahta kekuasaan. Kelabakan karena mungkin suporting sistem kekuasaan kita lemah. Atau kelabakan karena penyangga kemenangan kita tidak kuat. Mestinya juga kita bertanya, ada berapa kader muslim yang kini menduduki jabatan struktural di lingkup SKPD Manggarai Barat ? ada berapa kader muslim yang eselon I, eselon II dan seterusnya ? dari semua itu, ada berapa kader muslim yang memiliki kualifikasi administrasi dan kompetensi untuk menjadi kepala dinas, kepala bidang dan kepala seksi ?. Hal-hal seperti inilah yang saya maksudkan dengan penyangga kemenangan atau suporting kekuasaan. Dan ini penting bagi kita, jika kita ingin menang dan memimpin.

Musuh dalam selimut, atau seperti duri dalam daging. Adalah mungkin kata-kata yang tepat jika tidak adanya keterpaduan antara kekuasaan dan penyangga kekuasaan (tidak adanya keterpaduan antara ekskutif dengan SKPD). Kekuasaan itu akan langgeng dan kuat, jika ia di topang oleh penyangga yang kuat juga. Ia akan menjadi bumerang dan akan merong-rong kekuasaan jika tidak ada keselarsan kata dan langkah antara ekskutif dan SKPD. Ada banyak pemimpin di negeri ini yang jatuh karena ulah bawahannya. Gusdur lengser dari tampuk kekuasaan karena penyangga kekuasaanya tidak kuat. Ia sering gonta-ganti menteri.

Dalam hemat saya, proses PNS sisasi kader muslim mungkin merupakan salah satu langkah yang cerdas, sebagai upaya mengisi kekosongan kader muslim di birokrasi. Dan bagi kader muslim yang kini duduk di birokrasi, harus sadar bahwa kebereadaan mereka adalah representasi dari umat. Dan karenanya mereka harus mengedapankan asas profesionalisme dalam bekerja. Serta tidak bertekuk lutut pada harta dan haus akan kekuasaan. Semua kita tentu ingin menang dan memimpin dengan cara-cara yang layak dan berwibawa. Tentu ini akan terwujud jika kita memiliki penyangga kekuasaan yang kuat dan suporting sistem kemenangan yang kuat pula. Biarlah kelak rakyat Manggarai Barat akan mengatakan “Mereka memang layak untuk Memimpin”.
Oleh : Sumardi
Ketua DPD PKS Manggarai Barat